Hubungan Indonesia dan China sebagai salah satu negara maju, selama ini cukup terjalin baik. Salah satunya adalah dalam proyek pembangunan kereta cepat. Hal ini berjalan seiring disetujuinya tiga poin perjanjian kerja sama yang diajukan oleh pihak Indonesia, seperti pola b-to-b (business to business), tanpa dampingan pemerintah, dan tanpa menggunakan APBN.
Belum lagi, dengan disepakatinya perjanjian kerja sama pembangunan kereta cepat itu, Indonesia juga memberikan izin pembangunan pabrik alumunium kepada China. Hal ini bertujuan agar produksi bauksit menjadi lebih bernilai ekonomis, ketika harus dijual dalam bentuk barang setengah jadi seperti alumunium tersebut.
Namun, hubungan kerjasama yang baik ini tak lantas menjadikan China lebih menghargai Indonesia, terutama dalam masalah kedaulatan batas wilayah. Polemik pencurian ikan dan pelanggaran wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) masih kerap terjadi, bahkan hingga kasus terakhir di perairan Natuna.
Di tahun 2016 ini saja, untuk kedua kalinya telah terjadi insiden yang melibatkan kapal sipil China dengan kapal militer Indonesia. Pada Jumat (17/6) lalu, patroli TNI AL memergoki 12 kapal ikan asing di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna.
Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi menyatakan, belasan kapal ikan asing tersebut diyakini TNI AL sedang melempar jaring, untuk melakukan pencurian ikan. Hingga akhirnya, kapal KRI Imam Bonjol pun dikerahkan untuk menangkap mereka.
"Kapal TNI meminta agar kapal tersebut mematikan mesin. Baik melalui radio komunikasi maupun pengeras suara. Permintaan tersebut diabaikan dan kapal ikan asing menambah kecepatannya," ungkap Retno saat menceritakan kronologi kejadian di hadapan Komisi I DPR RI.
Tak bergeming dengan peringatan dari TNI AL, kapal pencuri ikan itu pun berusaha kabur. Dari belasan target operasi, hanya satu kapal asing yang berhasil diberhentikan dengan 7 orang ABK penumpangnya.
"Semuanya dilakukan sesuai prosedur, sebagai langkah penegakan hukum di wilayah ZEE Indonesia," kata Retno.
Merasa tak terima dengan perlakuan pihak Indonesia tersebut, pemerintah China pun mengirim nota protes karena mengaku nelayan sipil mereka ditembak oleh TNI AL.
Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, bersikeras membantah bahwa belasan kapal itu tidak melanggar ZEE Indonesia di Natuna. Mereka mengklaim berada di wilayah perairan tradisional selama ini, dan mengaku bahwa para nelayannya yang terluka akibat tembakan TNI AL sedang dirawat di Pulau Hainan.
"Insiden itu terjadi di wilayah yang klaimnya tumpang tindih," kata Chunying seperti dikutip Kantor Berita Reuters.
Atas komentar Chunying tersebut, Menlu Retno pun kembali menyikapinya dengan menyatakan bahwa ZEE kawasan Natuna sudah sangat jelas, dengan mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
"Berdasarkan UNCLOS, RI hanya memiliki tumpang-tindih ZEE dengan Vietnam dan Malaysia," kata Retno.
Insiden akhir pekan lalu menjadi tamparan pemerintah RI. Pada April 2016, delegasi Beijing datang ke Jakarta untuk menyelesaikan persoalan di Natuna. Pemicunya adalah insiden bulan Maret lalu, ketika Kapal KM Kway Fey 10078 berbendera China ketahuan mencuri ikan di Natuna, hingga akhirnya diusir oleh Patroli TNI AL.
Bahkan, saat hendak ditangkap, kapal penjaga perbatasan China itu malah menabrak kapal TNI, hingga akhirnya lolos kembali ke wilayah perairan mereka.
Kedua negara saat itu bersepakat menurunkan tensi. Namun, ketika sekarang nelayan China kembali berulah dan lagi-lagi dilindungi oleh pemerintah Beijing, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan pun mengaku bahwa jajarannya sedang menyiapkan langkah-langkah guna penyelesaian polemik tersebut.
Luhut menilai, upaya diplomasi akan lebih dikedepankan, karena pendekatan agresif dalam merespon kelakuan China di Natuna itu sama sekali bukan pilihan bijak.
"Kami enggak mau ada ribut dengan China," kata Luhut.
Sumber:http://www.merdeka.com/peristiwa/sudah-dikasih-jatah-proyek-kereta-cepat-china-masih-belagu.html
DAHSYAT !!! Kekuatan Marinir Indonesia Masuk Tiga Besar di Dunia
4/
5
Oleh
ADMIN